HIKMAH TERCIPTANYA NAFSU

 

Hikmah Terciptanya Nafsu pada Manusia


Nafsu merupakan salah satu ciri khas yang melekat pada setiap manusia. Nafsu sendiri dapat didefinisikan sebagai dorongan atau keinginan yang kuat terhadap sesuatu, baik itu berupa kebutuhan fisik, emosional, atau spiritual. Meskipun seringkali dianggap negatif, terdapat beberapa hikmah atau manfaat dari terciptanya nafsu pada manusia. Dalam tulisan ini, kita akan membahas beberapa hikmah tersebut

1. Penggerak Kehidupan dan Perkembangan


Nafsu memiliki perana penting sebagai penggerak dalam kehidupan manusia. Nafsu mendorong manusia untuk mencari makanan, tempat tinggal, dan segala kebutuhan dasar lainnya. Tanpa nafsu, manusia mungkin tidak akan memiliki motivasi untuk mencapai tujuan-tujuan mereka. Nafsu juga menjadi pendorong di balik inovasi dan perkembangan teknologi, seni, dan ilmu pengetahuan. Sehingga, terciptanya nafsu membantu memacu kemajuan peradaban manusia.

Nafsu juga dapat berfungsi sebagai ujian bagi manusia. Kita sering kali dihadapkan pada konflik antara keinginan yang berbeda-beda, baik itu keinginan untuk bersenang-senang, beristirahat, atau bekerja keras. Dalam mengatasi konflik ini, manusia dapat mengembangkan disiplin diri, kendali diri, dan kemampuan mengambil keputusan yang bijaksana. Proses ini membantu dalam pengembangan pribadi dan spiritual, sehingga manusia dapat tumbuh menjadi pribadi yang lebih baik.

2. Pencarian Tujuan Hidup


Nafsu juga dapat membantu manusia dalam pencarian tujuan hidup. Dorongan dan keinginan yang ada dalam diri manusia dapat menjadi petunjuk mengenai passion, bakat, dan minat yang unik. Melalui pemahaman terhadap nafsu, manusia dapat lebih memahami diri mereka sendiri dan menemukan tujuan hidup yang memberikan makna dan kepuasan. Nafsu dapat menjadi pendorong untuk menggali potensi tersembunyi dan meraih pencapaian yang bermakna dalam hidup.

3. Memahami Diri dan Menguji Keimanan


Terciptanya nafsu juga membantu manusia untuk memahami diri mereka lebih dalam. Ketika manusia menghadapi berbagai dorongan dan keinginan, mereka memiliki kesempatan untuk merenung dan memahami siapa sebenarnya mereka, apa yang mereka percayai, dan apa yang menjadi nilai-nilai penting dalam hidup. Ujian dan cobaan yang datang dari nafsu juga dapat menguji keimanan dan keteguhan hati seseorang dalam menghadapi godaan dan cobaan dunia.

Terciptanya nafsu pada manusia memiliki hikmah-hikmah yang dapat membantu dalam pengembangan pribadi, pencarian tujuan hidup, dan pemahaman diri. Meskipun nafsu sering kali menuntun manusia pada perilaku yang negatif, pengendalian dan pemahaman yang bijak terhadap nafsu dapat membawa manusia menuju ke arah yang lebih baik dan lebih bermakna dalam menjalani kehidupan. Oleh karena itu, penting bagi manusia untuk selalu berusaha mengendalikan nafsu dan mengarahkannya pada hal-hal yang positif dan bermanfaat.

Pengertian Nafsu Menurut Islam


Dalam konteks Islam, nafsu memiliki pengertian yang lebih mendalam dan memiliki dimensi spiritual yang kuat. Nafsu dalam Islam merujuk pada dorongan atau kecenderungan manusia terhadap hal-hal duniawi dan hawa nafsu yang dapat menjauhkannya dari ketaatan kepada Allah. Istilah nafsu dalam bahasa Arab disebut "an-nafs" (النفس).

Nafsu dalam Islam dibagi menjadi beberapa tingkatan atau aspek, yang meliputi:

1. Nafsu Ammara


Nafsu yang cenderung kepada keinginan duniawi dan hawa nafsu yang tidak terkendali. Nafsu ini mendorong manusia untuk melakukan perbuatan dosa dan menjauhkan diri dari ajaran Allah.

Nafsu amarah merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan manusia yang perlu diperhatikan dan dikendalikan. Dalam ajaran Islam, nafsu amarah sering kali dianggap sebagai bagian dari fitrah manusia, tetapi juga perlu ditekan dan diarahkan sesuai dengan tuntunan agama. Berikut adalah beberapa dalil mengenai nafsu amarah dalam Al-Quran dan Hadits.

- Surah Yusuf (12:53): "Dan aku tidak mengklaim diriku bebas dari kesalahan. Sesungguhnya nafs (ammarah) menyerukan kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."

- Surah Shad (38:41): "Dan berilah peringatan kepada mereka akan hari (ketika) azab yang telah hampir (menimpa mereka), maka hati orang-orang yang kafir dalam keadaan hampa, dan tidak ada bagi mereka seorang penolongpun dari apa yang (menimpa) mereka."

- Surah Al-Qiyamah (75:2-3): "Tidak, Aku bersumpah demi hari Kiamat, dan tidak, Aku bersumpah lagi demi jiwa yang cenderung kepada kejahatan itu."

- Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, Nabi Muhammad ﷺ bersabda: "Amat hebat dan besar nilai pahala orang yang menahan amarahnya, padahal ia kuasa melampiaskannya." (HR. Bukhari dan Muslim)

- Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, Nabi Muhammad ﷺ bersabda: "Orang yang kuat bukanlah yang kuat dalam bergulat, tetapi orang yang kuat adalah yang dapat mengendalikan diri ketika marah." (HR. Bukhari)

- Dari Abdullah bin Amr radhiyallahu 'anhuma, Nabi Muhammad ﷺ bersabda: "Orang yang sempurna imannya adalah yang memiliki akhlak yang baik, dan orang yang baik akhlaknya adalah yang dapat mengendalikan dirinya ketika marah." (HR. Tirmidzi)

Nafs Ammarah Bissu' (Nafs yang memerintah pada kejahatan) Ini adalah tingkatan nafsu yang paling rendah, di mana seseorang cenderung tergoda oleh hawa nafsu dan keinginan untuk melakukan perbuatan jahat atau dosa. Dalam kondisi ini, manusia harus berusaha mengendalikan nafsu dan menghindari perbuatan buruk.

"Nafs Ammarah Bissu" merujuk pada tingkatan nafsu dalam diri manusia yang cenderung atau memerintahkan untuk berbuat jahat atau maksiat. Ini adalah aspek dalam diri manusia yang perlu ditekan dan dikendalikan sesuai dengan tuntunan agama. Berikut adalah beberapa dalil yang berkaitan dengan "Nafs Ammarah Bissu":

Surah Yusuf (12:53):
"Dan aku tidak mengklaim diriku bebas dari kesalahan. Sesungguhnya nafs (ammarah) menyerukan kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."

Ayat ini menjelaskan tentang sifat nafsu manusia yang cenderung kepada kejahatan. Namun, Allah juga menggarisbawahi bahwa hanya nafsu yang diberi rahmat-Nya yang akan mampu mengendalikan dan menahan dorongan negatif ini.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, Nabi Muhammad ﷺ bersabda:
"Sesungguhnya dalam diri manusia terdapat satu potongan daging, apabila ia baik maka baiklah seluruh jasadnya, dan apabila ia rusak maka rusaklah seluruh jasadnya. Itu adalah hati." (HR. Bukhari dan Muslim)

Dalam hadits ini, Nabi Muhammad ﷺ menjelaskan pentingnya menjaga hati, karena hati adalah tempat bernaungnya berbagai dorongan dan nafsu, termasuk nafs ammarah bissu.

Para ulama tafsir telah menjelaskan konsep "Nafs Ammarah Bissu" berdasarkan ayat-ayat Al-Quran yang relevan. Mereka menggambarkan bahwa ini adalah sifat dalam diri manusia yang mendorong untuk melakukan perbuatan buruk atau maksiat. Nafsu ini cenderung kepada keserakahan, permusuhan, kemarahan, dan perilaku buruk lainnya.

Penting bagi manusia untuk mengenali dan mengendalikan nafs ammarah bissu ini. Agama Islam mengajarkan untuk melawan nafsu negatif ini melalui pengendalian diri, ibadah, dan taat kepada perintah Allah. Dengan mengendalikan nafs ammarah bissu, manusia dapat menjalani kehidupan yang lebih bermakna dan mendekatkan diri kepada Allah sehingga dia bisa melebihi derajat imannya para malaikat.

Dalam pandangan Islam, pengendalian nafs ammarah bissu merupakan langkah penting dalam menggapai kedamaian dan kesucian hati serta menjalani kehidupan sesuai dengan nilai-nilai agama.

Dalil-dalil di atas menunjukkan pentingnya mengendalikan nafsu amarah dalam kehidupan sehari-hari. Nafsu amarah merupakan bagian alami dari manusia, namun Islam mengajarkan untuk menjaga agar nafsu ini tidak menguasai perilaku dan tindakan kita. Mengendalikan nafsu amarah memiliki manfaat yang besar, baik bagi kehidupan pribadi maupun hubungan sosial.

Pengendalian nafsu amarah akan menghindarkan kita dari perbuatan-perbuatan yang merugikan diri sendiri dan orang lain. Hal ini juga akan meningkatkan keharmonisan dalam keluarga, masyarakat, dan lingkungan sekitar. Ketika nafsu amarah terjaga dengan baik, seseorang akan lebih mampu berpikir jernih dan mengambil keputusan yang bijaksana dalam situasi sulit. 

Dalam Islam, pengendalian nafsu amarah juga merupakan bentuk ibadah dan pengabdian kepada Allah. Dengan menahan diri dari amarah yang berlebihan dan merugikan, seseorang akan mendapatkan pahala dan keridhaan Allah dengan melahirkan sifat sabar dan hilm. 


2. Nafsu Lawwamah




Nafsu yang mendorong manusia untuk merasa bersalah ketika melakukan perbuatan dosa atau melanggar ajaran agama. Nafsu ini membangkitkan rasa penyesalan dan keinginan untuk bertaubat.

Nafs Lawamah (Nafs yang menyalahkan) adalah tingkatan nafsu di mana seseorang memiliki rasa penyesalan atas kesalahan dan dosa yang pernah dilakukan. Ini menunjukkan adanya kepekaan hati nurani seseorang terhadap perbuatan buruk yang telah dilakukan dan merupakan panggilan untuk bertobat dan bertaubat kepada Allah.

3. Nafsu Mutmainnah




Nafsu yang mencapai tingkat ketenangan dan kepuasan dengan berada dalam ketaatan kepada Allah. Nafsu ini telah mencapai kedamaian dan keseimbangan dalam menjalani kehidupan.

"Nafsu Muthmainnah" merujuk pada tingkatan nafsu dalam diri manusia yang telah mencapai ketenangan dan kedamaian, terutama sebagai hasil dari ketaatan kepada Allah dan kepuasan atas rahmat-Nya. Ini adalah tingkatan nafsu yang diidamkan oleh setiap Muslim, karena mencerminkan hubungan yang erat dengan Allah dan perasaan tenang dalam menghadapi kehidupan. Meskipun istilah ini mungkin tidak secara langsung disebutkan dalam banyak hadits atau sumber lainnya, konsep ini tercermin dalam ajaran Islam tentang kepasrahan dan ketaatan kepada Allah. Berikut adalah beberapa ayat Al-Quran dan hadits yang berkaitan dengan "Nafsu Muthmainnah":

Surah Al-Fajr (89:27-30):
"Hai jiwa yang tenang (jiwa yang telah mencapai keteduhan dan ketenangan setelah mengalami ujian dan kesulitan)! Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas dan diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jama'ah hamba-hamba-Ku, dan masuklah ke dalam surga-Ku."

Ayat ini mengacu pada jiwa yang telah mencapai ketenangan dan kepuasan setelah melewati ujian dan kesulitan dalam hidupnya. Jiwa ini akan diberi tempat yang mulia di sisi Allah dan dijanjikan masuk surga.

Para ulama tafsir menjelaskan bahwa "Nafsu Muthmainnah" adalah tingkatan nafsu yang dicapai oleh seseorang yang hidup dalam ketaatan kepada Allah, merasa tenang dan puas dengan kehendak-Nya, serta memiliki keyakinan yang kuat dalam iman dan amal perbuatannya. Nafsu muthmainnah adalah nafsu yang telah mengalami perubahan positif akibat keimanan, taat, dan ibadah yang konsisten.

Penting bagi setiap Muslim untuk berusaha mencapai "Nafsu Muthmainnah" dengan mendalami agama, beribadah dengan tulus, dan mengendalikan dorongan-dorongan negatif. Dengan mencapai kedamaian dalam jiwa dan hubungan yang kuat dengan Allah, seseorang dapat menghadapi cobaan dan kesulitan hidup dengan lebih tabah dan optimis.

Pengendalian nafsu merupakan salah satu ujian penting bagi manusia dalam Islam. Allah SWT menekankan pentingnya untuk mengendalikan nafsu, mengarahkannya pada kebaikan, dan meningkatkan kesadaran diri terhadap ciptaan Allah serta ketaatan kepada-Nya. Dalam Al-Quran, Allah menyebutkan bahwa orang yang mampu mengendalikan nafsu dan hawa nafsunya adalah orang yang beruntung.

Nafsu juga berperan dalam kesadaran manusia tentang keberadaannya sebagai makhluk lemah dan rentan, serta kesadaran atas dosa-dosa yang telah diperbuat. Kesadaran ini harus mendorong manusia untuk selalu berusaha mendekatkan diri kepada Allah, memohon ampunan atas dosa-dosa yang telah dilakukan, dan berupaya meningkatkan kualitas iman dan ibadah.

Dalam Islam, pengertian nafsu mengandung makna mendalam yang berkaitan dengan kodrat manusia, dorongan baik dan buruk, serta ujian untuk mengendalikan dan mengarahkan nafsu pada kebaikan. Pengenalan dan pemahaman yang benar terhadap nafsu sangat penting dalam menjalani kehidupan sebagai seorang Muslim, agar dapat selalu berada di jalan yang diridhai oleh Allah SWT.

Penting untuk dicatat bahwa Islam mengajarkan bahwa nafsu pada dasarnya bukanlah sesuatu yang buruk, tetapi merupakan bagian dari fitrah (fitrah manusia) yang diciptakan oleh Allah. Namun, manusia memiliki tanggung jawab untuk mengendalikan nafsu agar tidak menjauhkannya dari jalan yang benar dan ketaatan kepada Allah.

Dalam Al-Qur'an dan ajaran Nabi Muhammad SAW, disebutkan perlunya pengendalian diri terhadap nafsu, pengembangan akhlak yang baik, dan ketaatan kepada perintah-perintah Allah. Manusia diingatkan untuk menjauhkan diri dari godaan nafsu yang dapat menghalangi mereka dalam mencapai kedekatan dengan Allah dan mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.

Dengan demikian, pengertian nafsu dalam Islam adalah dorongan atau kecenderungan manusia terhadap hal-hal duniawi yang perlu dikendalikan dan diarahkan menuju ketaatan kepada Allah. Pengendalian nafsu merupakan bagian penting dari perjalanan spiritual dan pencapaian tujuan hidup seorang Muslim. Berperang melawan nafsu adalah jihad akbar.

Tonton Jawaban UAS Tentang Jawaban "Terciptanya Nafsu"